basmallah

sebelum membaca blog ini baca dulu basmallah

Jumat, 18 Maret 2011

Berita Terbaru Islam

WASHINGTON (Berita SuaraMedia) – Pada tahun 2006, Kardinal George Pell dari Australia menyampaikan pidato di dalam rapat Legatus, asosiasi keanggotaan pemilik usaha Katolik Amerika, dengan tema Islam dan tantangannya bagi Gereja Kristen dan dunia. Pasca serangan 11 September, Kardinal Pell merasakan perlunya untuk mengetahui lebih banyak tentang Islam. Sampai saat itu, pemerintah mengklaim bahwa Islam adalah agama yang damai dan bahwa serangan teroris itu adalah sebuah penyimpangan. Namun, Kardinal Pell mengatakan bahwa beberapa orang yang dia temui, yang pernah tinggal di Pakistan dan menderita di sana, mengklaim bahwa Al-Qur'an melegimitasi pembunuhan atas non-Muslim.
Bisakah Islam dan demokrasi Barat hidup berdampingan dengan damai? Bagaimana dengan minoritas Islam di negara-negara Barat? Pandangan terhadap pertanyaan ini beragam mulai dari optimisme naif sampai pesimisme tergelap. Mereka yang berada pada sisi optimis menyambut jaminan dari spesialis bahwa jihad adalah soal perjuangan spiritual dan perpanjangan dari konsep ini menjadi terorisme adalah sebuah penyimpangan dari ajaran Al-Qur'an.
Mereka menekankan pemahaman Islam sebagai agama yang damai. Mereka menunjuk pada akar Islam yang sama dengan Yahudi dan Kristen dan penyembahan ketiga agama monoteistik itu pada satu Tuhan. Kaum optimis juga menekankan pencapaian budaya dari Islam di Abad Pertengahan dan toleransi terhadap kaum Yahudi dan Kristen di masa kekuasaan Muslim. Beberapa membantah atau meminimalisir Islam sebagai sumber terorisme, atau masalah yang secara umum menimpa negara-negara Muslim.
Indonesia dan Turki dipandang sebagai contoh sukses demokratisasi di masyarakat Muslim dan keberhasilan negara-negara seperti Australia dan AS sebagai "melting pot" (tempat bercampur), menciptakan masyarakat yang stabil dan berhasil sembari menyerap orang-orang dari berbagai budaya dan agama, seringkali dinyatakan sebagai alasan untuk rasa percaya dan percaya diri dalam populasi Muslim di Barat.
Di sisi pesimis, kekhawatiran dimulai dari Al-Qur'an itu sendiri. Dari apa yang dia baca sendiri, Kardinal mulai mencatat seruan untuk kekerasan. Kardinal mengatakan bahwa Al-Qur'an yang ditulis di masa 13 tahun Muhammad berada di Makkah tidak sama dengan  Al-Qur'an yang ditulis setelah dia pindah ke Madinah.
Al-Qur'an yang ditulis di Makkah ditulis ketika Nabi Muhammad tidak memiliki kekuatan militer dan masih berharap untuk memenangkan dukungan orang-orang, termasuk Yahudi  dan Kristen, untuk penobatannya melalui ceramah dan kegiatan agama, ujar Kardinal.
"Setelah pindah ke Madinah, Muhammad membentuk aliansi dengan dua suku Yaman dan penyebaran Islam melalui penaklukan dan koersi pun dimulai. Surat-surat Al-Qur'an yang ditulis dalam periode Madinah mencerminkan perubahan itu dan sering dipegang untuk membatalkan surat dari periode Makkah," ujarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar